
Serang, 20/05/25 – Pewarnas.com.Puluhan warga yang terdampak rencana pembongkaran lahan oleh PT. KAI di sekitar area Dispora Kota Serang, hari ini mendatangi Kantor Dispora. Kedatangan mereka bukan hanya memenuhi undangan, tapi juga membawa harapan besar untuk menuntut hak-hak kemanusiaan mereka yang merasa terancam.
Ini bukan sekadar soal tempat berjualan, tapi soal keberlangsungan hidup dan perlakuan yang adil. Warga yang hadir, didampingi oleh LBH YABPENAS dan rekan-rekan media, ingin menindaklanjuti surat peringatan kedua dari PT. KAI dan mencari solusi yang manusiawi.
“Kami tidak ngotot mempertahankan tempat ini mati-matian. Kami paham ada pembangunan. Tapi kami minta solusi dan kejelasan. Surat dari PT. KAI itu bikin kami resah,” ujar salah seorang warga dengan nada penuh harap.
Pertemuan ini dihadiri oleh Kadis Dispora, Dnkop dan dishub kota serang serta Danramil Kota Serang. Kadis Dispora menjelaskan bahwa kehadiran Dispora adalah untuk mendampingi warga karena lokasi yang berdampingan dengan area mereka. Beliau juga menyampaikan bahwa ada upaya untuk carikan solusi bagi warga terdampak, seperti opsi relokasi ke Pasar Lama dan Pasar Kepandean.
Namun, tawaran relokasi ini justru menimbulkan keraguan di kalangan warga. “Di sana sepi, jauh. Bukan solusi yang pas buat kami,” keluh warga lainnya. Mereka merasa opsi tersebut tidak sebanding dengan keramaian dan aksesibilitas lokasi mereka saat ini.
Ada sedikit kebingungan di benak warga terkait undangan Dispora ini. “Kami diundang Dispora, tapi kenapa PT. KAI-nya nggak ada? Ada apa ini? Kami merasa ini seperti ada intervensi dari pihak lain dan intimidasi, padahal kami nggak jualan di dalam stadion atau area Dispora,” ungkap salah seorang perwakilan warga, mempertanyakan urgensi dan tujuan pertemuan tanpa kehadiran pihak yang mengeluarkan surat peringatan.
Yang paling diinginkan warga sebenarnya adalah toleransi waktu dari PT. KAI. Mereka berharap diberikan kesempatan untuk tetap berjualan sementara menunggu proyek penambahan jalur KRL benar-benar dimulai.
Danramil Kapten Rizal yang turut hadir, mencoba menenangkan situasi. Beliau menekankan pentingnya menghindari keributan dan meyakinkan warga bahwa pasti ada solusi. “Kita sama-sama berpikir positif. Pemerintah pasti akan carikan jalan keluarnya,” ujarnya. Beliau bahkan siap mengawal dan mengontrol solusi yang diberikan, meski warga masih merasa ragu.

Nurhamzah dari LBH YABPENAS dengan tegas menyatakan bahwa tindakan PT. KAI yang terburu-buru dan tanpa sosialisasi melanggar prosedur. “Seharusnya ada sosialisasi dulu, dibentuk tim terpadu sesuai Perpres Nomor 52 Tahun 2022,” jelasnya. Beliau juga mengingatkan bahwa bangunan dan tanaman di atas tanah tersebut bukan bagian dari tanah PT. KAI, berdasarkan asas pemisah horizontal.
“Proyek ini belum urgent, masih lama. Kenapa harus buru-buru dibongkar? Masyarakat pedagang punya hak,” tegas Nurhamzah, mengutip prinsip hukum “Ubi Jus Ibi Remedium” – di mana ada hak, di situ ada upaya hukum untuk menegakkannya.
Beliau juga mengingatkan pada prinsip “Salus populi suprema lex esto” – keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi. “Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara tuhan,” tambahnya. LBH YABPENAS siap melakukan gugatan class action jika tidak ada respon baik dari PT. KAI.
Pewarnas.com mengutip pernyataan dari salah satu warga, “Kami hanya ingin didengar dan diperlakukan secara manusiawi. Ini bukan hanya tentang tempat berjualan, tapi tentang masa depan keluarga kami.”
Pewarnas.com juga mencatat kekecewaan warga terhadap absennya perwakilan PT. KAI dalam pertemuan ini. “Kami datang karena diundang, tapi yang mengeluarkan surat peringatan justru tidak ada. Ini membuat kami bertanya-tanya,” ujar perwakilan warga lainnya kepada Pewarnas.com.
Pertemuan di Dispora ini diharapkan menjadi awal dari dialog yang lebih konstruktif dan menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak, terutama bagi warga yang mata pencahariannya terancam.
Red (Nanang)